KUCING

10 May

Malam itu Al terbangun lagi, padahal baru saja ia tidur, sehabis menyelesaikan laporan praktikum, suara eongan atau tepatnya raungan kucing itu sangat mengganggu, seolah menggetarkan seluruh ruang –3×3– kamar kostnya. Dasar kucing manja, malam-malam begini ngeong-ngeong ingin masuk, ingin merasakan hangatnya ketiak Ling kali tuch.., sialnya suara itu semakin keras seiring dengan tidak dibuka-bukanya pintu rumah itu, damn..!!

Keesokan harinya Al kuliah tanpa konsentrasi penuh, senantiasa ia menguap lebar, disusul dengan berairnya mata yang sudah sembab. Terbayang lamunannya ke tempat kost, induk semangnya memiliki anak gadis semata wayang, namanya Ling, ia sangat sayang sekali sama seekor kucing piaraannya, saking sayangnya, kucing itu selalu di kasih sayang, jarang di kasih makan, begitulah.

Namun entahlah apa yang istimewa dari binatang itu, bulunya yang hitam telah memerah karena kepanasan, giginya sudah tanggal –maklum sudah uzur–, namun kolokannya tiada tara, bayangkan bila sedang berseteru dengan kucing lain, suaranya paling keras, seraya memanggil majikannya, gilanya sang majikan –Ling–, dengan susah payah datang, dan melerai, bahkan cenderung memenangkan sang jagoan, buahnya, pada suatu saat sang kucing pulang dengan tubuh bengkak-bengkak, hidung berdarah, habis kalah perang, sebab suaranya tak terdengar sang majikan yang sedang sekolah, hal itu tidak mengurangi rasa sayang Ling kepada sang kucing.

Suatu hari Al berang luar biasa, entah bagaimana binatang sialan itu bisa terkunci di kamarnya, akibatnya kamarnya menjadi berantakan, di tembok di bawah jendela, penuh sekali dengan bekas cakar-cakar kaki yang kotor, bergaris-garis memanjang, buku-buku di lemari berserakan dengan semrawutnya, bulu-bulu halus menempel di beberapa tempat, itu belum seberapa, tatkala dilihatnya seonggok benda coklat yang dikerubuti lalat menclok di atas kasur busa, tepat di tengah-tengah….. , Al segera meraih kucing sialan yang sedang menjilati pantatnya itu, kemudian dengan perasaan dendam yang membara, sang kucing di tutul-tutulkan moncongnya ke tokai nya –biar puas pikirnya– he..he.., kemudian Al melempar kucing itu ke luar, busyet, Ling melihatnya, ia pun menjerit sejadinya tatkala melihat sweet hart-nya jumpalitan meninggalkan jendela kamar Al, akibatnya sang Bunda dengan entengnya mengeluarkan serentetan kata-kata kepada Al yang saat itu tak peduli lagi, karena sedang sibuk menaburkan abu gosok di atas benda laknat tersebut.

Kucing lapar itu juga sering membuat ulah dengan teman-teman kost Al yang lain, yang menggondol lauk rantangan-lah, mengasah kuku di guling yang sedang dijemur hingga kapuknya bodol-lah, menggusal-gusal baju setrikaan-lah, dan yah banyak deh ulahnya yang konyol dan menjengkelkan.

Di kamar, nampak Al berpikir keras, bagaimana caranya, menyingkirkan hewan keparat itu, sudah banyak kejahatan, terlebih kekonyolan yang terus terang mengganggunya, memang sih dia pernah membelai, dan memangkunya, tapi itupun sebatas pada malam hari, saat sang kucing menampakkan wajah yang sedang lucu-lucunya, namun bila pagi hari, terutama siang hari… saat-saat laparnya…..timbullah ulahnya yang menjengkelkan itu, belum lagi tampang cekung serta ekornya yang senantiasa tegak lurus ke atas bila berjalan, semakin membangkitkan ingatan Al tentang dosa-dosanya, bagaimanapun itu ciptaan Allah, pikir Al kemudian, tapi……… Hingga akhirnya terbetik dalam pikirannya sebuah ide yang cemerlang, tring…….!!

Malam itu Al terbangun lagi, padahal baru saja ia tidur, sehabis menyelesaikan laporan praktikum, namun suara edan itu kini kalah dengan kegirangan yang sedang berkecamuk di dalam pikirannya….he..he..he.. lihat saja nanti.Keesokan harinya Al masih bermalas-malasan di kasur yang habis dicucinya beberapa hari yang lalu, di beberapa daerah masih bau sabun, hari itu ia memang berniat untuk tidak kuliah pada jam pertama, ia akan menjalankan rencananya, ia akan menunggu suasana rumah aman, begitulah.

Dari jendela kamarnya nampak Ling yang akan berangkat sekolah, sedang menyantap sarapan pagi, hmm… manis juga anak itu, nampak rambutnya yang ikal kemerahan terikat oleh sehelai kain merah sebagai bondu, sementara mahluk berbulu itu –yang sebentar lagi akan bertampang menyebalkan– sedang menggosok-gosokkan dirinya ke kaki Ling, kemudian sesekali Ling mencuil lauk dan dilemparkannya ke bawah, jarang ngasih makan tapi sering kasih Bonus, begitu nampaknya. Setelah acara pembagian jatah selesai, Ling pun pergi sekolah, suasana rumah berangsur-angsur sepi.

Hingga suasana aman, Al mulai menjalankan strateginya. Mula-mula ia mengeluarkan bungkusan yang ternyata berisi ikan mentah yang baru dibelinya kemarin di Pasar Balubur, biarlah keluar uang, yang penting rencana jalan……. Al memanggil kucing itu, “Pus..pus.. sayang..”, bah tak pernah Al memanggil kucing tersebut semesra itu, gerutunya… Nampak kucing itu berlari ke arah Al, pas agak dekat sang kucing ragu-ragu, namun ketika Al memamerkan umpannya, dengan sigap sang kucing menyambutnya dengan sekali terkaman, tidak dihiraukannya lagi sosok wajah girang dan licik pemilik umpan itu.

Sesaat Al bimbang untuk melaksanakan niatnya, ia terpana melihat kucing yang dengan lahapnya, sembari terus menggerung galak disela-sela kunyahannya, seolah tidak ingin diganggu dalam menikmati rejeki yang langka itu, baginya ini adalah sosok makanan yang utuh yang pernah dinikmatinya, kasihan juga, tapi sekali lagi, tampang konyol sang kucing tak dapat membendung segenap rencana yang sudah disusunnya.

Begitulah, sesaat setelah kucing itu menjilati sisa-sisa pesta maut-nya, segera Al memasukkan mahluk lugu –lucu bau– itu ke dalam karung yang telah dipersiapkannya, karung itu telah dilubanginya untuk saluran bernafas, kucing itu meronta-ronta dengan hebatnya, hampir saja Al terkena gerowot, secepat itu pula Al segera meninggalkan Tempat Kejadian Perkara, menelusuri lorong-lorong Labirin di Pelesiran, menuju jalan Taman sari, menyetop kendaraan arah Cisitu, lalu turun di Siliwangi, dan segera ia naik angkot yang menuju Ciroyom, ia tak peduli dengan lirikan para penumpang yang memperhatikan bawaannya, yang sesekali mengeluarkan eongan -eongan panik.

Al bukanlah seorang psikopatis nan sadistis, pemikirannya luas, berwawasan jauh ke depan, weii… , buktinya, ia ingin membuang kucing ke surga-nya, bayangkan di pasar tentu sang kucing dapat mencari makan dengan gampangnya, bahkan sang kucing justru sengsara bila hanya mengandalkan bonus-bonus dari Ling itu. Sesampainya di dekat tempat sampah di sekitar pasar Ciroyom, Al segera menyimpan karung tersebut, dan segera pula keluarlah mahluknya, nampak bola matanya yang bulat mulai mengecil lagi, sembari terus mengedipkan mata, beradaptasi kali, sesaat sang kucing memandang Al, lalu terus menghilang di antara betis-betis orang yang lalu-lalang. Al lalu pulang menuju kampus, saat itu ada kuliah, Al merasa girang sekali hari itu.

Al lalu naik angkot lagi menuju kampus. Turun dari angkot langkah Al semkin ringahn, mantap menuju gedung kembar di kampusnya, dan mengikuti kuliah, kini Al akan lebih lebih berkonsentrasi, lebih nyenyak tidurnya, wah.. nyaman sekali rasanya hidup ini……….

Sore harinya, Al bersiul-siul pulang menuju tempat kost-nya, sesaat ketika ia membuka pintu kamarnya, ia menghentikan siulannya, terdengar selintas, suara meninggi sang ibu kost diselingi ocehan-ocehan tionghoa didepan Ling yang sedang sesenggukan, “Makannya tuh kucing sering kasih makan donk… liat, jadi nggak betah lagi khan..”, menyaksikan kejadian itu, Al menjadi tertegun, namun saat itu Al tak peduli, langsung Al merebahkan diri di kasur, lelah sekali hari itu.

Kini tiap malam Al dapat tidur dengan nyenyaknya, namun lama-kelamaan, timbul perasaan bersalahnya, terlebih bila Ling semakin cuek kepadanya, seolah Al lah pelakunya –memang !!!–, maklumlah Al dikenal paling sangar terhadap kucing itu.

Dosa itu serasa makin bertambah tatkala Ling jatuh sakit, akh.. gila tuh anak, gara-gara kehilangan kucing saja sampai sakit, jarang kini Al mendengar gelak tawa Ling tiap sore di depan TV,nonton film kartun kegemarannya, kasihan juga anak itu.

Pernah Al bawakan seekor kucing dari kampus, maksudnya sebagai penggantinya, namun Ling menolak dengan alasan kampungan lah, moncongnya lancip lah, bulunya kasar lah, pokoknya Ling tak mau, aneh.. Al pikir kucing kampus ini lebih civilize dibandingkan bandot tua ompong itu.

Jam berganti jam, hari berganti hari, dan minggu pun berganti minggu, perasaan bersalah yang sedemikian besar membuat Al berinisiatif untuk memulangkan kembali sang tahanan dari daerah pengasingannya, Segera ia kembali menuju Pasar Ciroyom, naik angkot jurusan Cisitu, turun di Siliwangi, trus naik lagi yang ke jurusan Ciroyom, waduh perjalanan kali itu serasa lama sekali, sudah tidak sabar Al ingin segera tiba, setibanya di sana ia mencari-cari –dengan penuh kesadaran– , ke seluruh pelosok pasar, ditanyainya ke para pedangang, jawabannya adalah gelengan kepala, waduh kemana nih, hingga usaha sweeping dilakukan untuk kesekian kalinya, akhirnya Al pulang dengan tangan hampa, seolah-olah ia kembali memunguti dosa-dosa yang tadi sudah mulai ia lepaskan, sedih rasanya…….srrk…….srrkk !!!.

Setibanya di pintu pagar tempat kostnya, teredengar gelak tawa Ling yang sedang menonton film kartun kesukaannya di TV, Al masuk ke kamar, sesaat ia tertegun, tatkala terdengar di kupingnya, suara eongan yang sudah di kenalnya, entah apa yang sedang berkecamuk di dalam hatinya, gembira, jengkel, berbaur jadi satu.

Nampak dari jendela kamarnya, sekelebat monster itu sedang berjalan meniti dinding diantara permukiman padat, buntutnya tegak keatas, kemudian meloncat ke atap, sambil terus-menerus mengeong…….

Malam itu Al terbangun lagi, padahal baru saja ia tidur, sehabis menyelesaikan laporan praktikum…………….suara eongan itu………….akkgghhhrrrr !!!!***

(Mengenang Kepergian Kucingku 4 Januari 1996)

Dikisahkan kembali
Surakarta, 10 Mei 2020

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: